image source: freepik.com Maret 2020 adalah momen perubahan yang cukup radikal dalam dunia yang kita anggap selama ini sudah normal. Mom...

 

image source: freepik.com

Maret 2020 adalah momen perubahan yang cukup radikal dalam dunia yang kita anggap selama ini sudah normal. Momen ketika semua menjadi tidak sama lagi seperti sebelumnya. Momen dimana hal-hal baik yang selalu kita lakukan sebelumnya menjadi sebuah sikap yang harus diperhitungkan secara mendalam. Hal kecil yang bisa berdampak besar pada kesehatan fisik manusia. Virus yang sangat asing bagi kita, mungkin seperti virus flu pertama kali hadir di dunia. Diawali dengan pandemi dan tidak pernah berakhir memang. Tetapi kita menjadi terbiasa dan hidup berdampingan dengan virus flu yang tidak seganas ketika pertama kali pandemi. Pada akhirnya, mungkin nanti Covid-19 ini akan menjadi penyakit yang biasa tanpa mengesampingkan kenyataannya bahwa virus ini tetap berbahaya dan pastinya kita tidak ingin juga terjangkit bukan?

Tatanan kenormalan baru atau istilah ‘keren’-nya new normal menjadi sebuah cara baru kita menghadapi kehidupan sehari-hari yang sebenarnya kita sudah beberapa kali menghadapi new normal ini. Contohnya ketika teknologi komunikasi handphone mulai marak. Sekarang semua orang minimal punya handphone apapun tipe dan modelnya. Kemudian sekarang hampir semua orang menggunakannya. Kemudaian setelah kita memiliki smartphone layar sentuh, maka berubah lagi kebiasaan kita. Dari SMS dengan pulsa biasa ke ‘chat’dengan menggunakan data internet yang lebih hemat. Semua orang beralih ke aplikasi perpesanan. ‘new normal’.

Namun new normal kali ini mengalami banyak hal yang seharusnya tidak berubah tetapi sebagian kita bisa menerimanya. Ada juga yang tidak bisa, atau kurang bisa diterima. Seperti sekolah dari rumah. Secanggih sekarang teknologi informasi, belum tentu semua anak memiliki ‘gawai’ atau ‘smartphone’. Namun, pandemi ini jadi mengharuskan mengandalkan teknologi tersebut. Pembelajaran tatap muka masih belum bisa tergantikan. Kecuali, belajar secara daring itu dilakukan sebagai bagian dari variasi model belajar tidak masalah.

Teknologi informasi berupa kepemilikan gawai saja belum cukup. Ini berhubungan dengan kondisi geografis. Masalah infrastruktur telekomunikasi yang ternyata belum merata. Masih banyak daerah terpencil atau daerah yang masih susah sinyal. Keyataan tersebut harus menjadi perhatian pemerintah juga. Karena tidak mungkin masalah ini diselesaikan oleh rakyat sendiri. Bukan tidak bisa, hanya kurang kuat kalau tidak ada pemerintah yang berperan. Kolaborasi antara pemerintah dan pihak swasta kalau urusan infrastruktur ini sangat dibutuhkan.

Guru sangat berperan dalam dunia pendidikan khususnya sekolah di masa pandemi ini. Tidak hanya murid yang punya kendala kepemilikan gawai untuk belajar jarak jauh secara daring. Guru pun tidak luput dari masalah ini. Tidak semua guru kemampuan keuangannya cukup. Kebanyakan dari mereka cenderung berada di bawah. Apalagi guru honorer yang tidak selalu tersedia pulsa internet yang cukup untuk mengajar. Syukur pemerintah telah membantu lewat paket data untuk guru, dosen dan murid melalui kemendikbudristek sehingga cukup membantu mereka.  

Dengan segala kekurangan, tetapi ini yang terbaik dan bisa kita lakukan. Bulan pertama pembelajaran daring, satu persatu kami para guru mulai menyadari betapa ‘gaptek’-nya kita, tidak semua tapi kebanyakan. Bahkan anak-anak pun demikian. Bayangkan anak-anak ‘milenials’ dan generasi ‘Z’ (yang lahir tahun 2000- an ke atas) bahkan tidak se high tech itu dalam menggunakan internet. Umumnya mereka asyik dengan main games, dan sosial media. Hal itu memang sangat disayangkan. Untuk mencari informasi ketika mengerjakan tugas sekolah saja, mereka masih bingung, kewalahan, sampai stres, yang seharusnya tidak boleh terjadi. Ya,  setidaknya stresnya pas menjelang lulus SMA lah. Masih kecil kok stres?  Ya saking banyaknya informasi bertebaran melimpah ruah mungkin melebihi bumi dan seisinya. Karena begitu banyak informasi yang sebenarnya tidak kita butuhkan yang tidak sebanding dengan jumlah informasi yang berguna dan tidak berguna.

Di sini begitu terlihat betapa minimnya daya ingin tahu dan ingin belajarnya anak-anak, bahkan guru juga malas membaca. Membaca di mana saja bahkan secara daring saja masih malas. Padahal bisa membaca buku yang disediakan Perpustakaan Nasional dengan gratis pula. Memang mereka butuh gawai untuk membacanya. Tetapi setidaknya lebih akurat jika kita mengambil langsung dari buku digital ber- ISBN yang resmi dan gratis  selama tidak antri dalam meminjam. Untuk mengaksesnya bisa dicek di IPUSNAS. Ketik saja di google pasti ketemu.

Oke, kembali lagi dengan kemampuan literasi digital kita yang kurang. Alatnya sudah ada, tinggal bagaimana kita bisa memanfaatkannya dengan optimal. Namun, ketika berhadapan dengan internet terkadang kita suka ‘khilaf’ membuka situs yang bukan tujuan kita pertama untuk belajar atau membuat karya tulis, atau melakukan riset untuk tulisan ilmiah maupun yang lainnya. Padahal dengan memanfaatkan waktu satu sampai dua jam saja sehari, kita bisa mendapatkan sesuatu ilmu baru atau ‘skill’ baru. Kalikan 2 kali 7 hari, sudah 14 jam waktu kita investasikan untuk belajar hal baru. Jika kita sudah terapkan ini, maka kita tularkan ke peserta didik kita. Setidaknya guru tidak hanya pandai memberi tugas saja. Dalam konteks belajar daring, guru pembelajar akan lebih memberikan pengaruh lebih terhadap anak-anak didik. Percaya atau tidak.

Baik, selanjutnya ini bagian yang menarik, “Pengalaman mengajar selama pandemi”. Setiap guru memiliki cara yang tidak sama satu sama lain. Metode pengajaran yang saya lakukan adalah tidak lebih baik dari metode yang sudah ada. Bisa dibilang metode yang dipakai misalnya beberapa dari metode project based learning, dari discovery learning ada satu dua hal, blended learning. Ketiga metode tersebut yang mungkin sering saya lakukan— metode yang berpusat pada siswa.  Tentunya sudah jelas ketika belajar secara daring, saya jarang sekali menggunakan media video conference. Saya menggunakannya hanya ketika dibutuhkan untuk pengarahan singkat saja. Selebihnya materi saya posting di Google classroom dan whatsapp untuk mempercepat kordinasi. Karena Google Classroom berbentuk forum, dan penugasan semua di sana. Kendala berarti adalah ketika peserta didik kurang motivasi dalam melakukannya. Persoalan lain adalah tidak meratanya kemampuan baik dari pesertanya maupun dari fasilitas yang dimilikinya, dalam hal ini gawai. Lebih parah lagi  peserta didik tinggal di daerah yang sulit atau kurang sinyal internetnya. Pada tahap ini guru dalam hal ini saya hanya bisa memberikan materi dan memantau lewat media atau aplikasi yang paling mudah dan memungkinkan. Setidaknya untuk memberikan instruksi kepada peserta didik ini perlu SABAR. Lima huruf ini yang paling harus di-‘stok’ yang banyak. Karena banyak yang tidak sabar dan akhirnya seperti ‘bodo amat’ apakah pembelajarannya sampai atau tidak. Ini tidak bisa dibiarkan, tetapi harus ada kesadaran dari masing-masing guru untuk ini. Semoga selalu ada jalan keluarnya di saat tidak bisa keluar bahkan untuk mengajar.

Kendala dalam menerapkan metode blended learning ini—walaupun tidak sempurna seperti tata caranya itu sendiri adalah kemampuan menerima materi setiap siswa yang berbeda-beda. Karena dalam metode blended learning ini siswa melakukan tiga hal yaitu pertama, siswa melakukan pencarian informasi dari berbagai sumber informasi yang tersedia secara online dengan berdasarkan relevansi, validitas, dan kejelasan akademis. Hal ini melatih siswa untuk mencari dan memilah informasi sesuai dengan materi yang diajarkan.

Kedua, siswa menemukan, memahami, serta mengonfrontasikannya dengan ide yang telah ada dalam pikiran kemudian menginterpretasikan informasi pengetahuan dari berbagai sumber sampai mereka mampu mengomunikasikan kembali ide dan hasil interpretasinya dengan fasilitas offline dan menulisnya di buku hasil yang mereka dapatkan tadi.

Ketiga, mengonstruksi pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi bertolak dari hasil analisis, diskusi, dan perumusan kesimpulan dari informasi yang diperoleh kembali dan menginterpretasikan ide dengan fasilitas offline.

Dari metode ini hasil yang saya dapatkan tidak sesuai dengan ekspektasi. Walaupun demikian, tidak semua hasilnya mengecewakan. Karena proses ini tidak segera mendapatkan hasil yang sesuai. Namun, cukup untuk melatih bagaimana siswa menjadi sadar bahwa pentingnya berpikir kritis  secara eksplisit (tersurat).

Ternyata belajar secara ‘online’ tidak mudah juga jika tidak ada motivasi dalam diri masing-masing siswa. Di sini guru harus melakukan penjelasan secara detil dan konsisten. Hal tersebut belum optimal saya lakukan.

Apakah metode ini efektif? Menurut saya antara efektif dan tidak. Tergantung kondisi siswa masing-masing. Dan ini butuh waktu dalam berproses. Siswa harus selalu dilatih. Bahkan saya harus melatih diri sendiri dengan melakukan metode yang saya terapkan ke siswa untuk saya sendiri. Saya menyadari bahwa dari sekian metode pengajaran, seharusnya sebagai pengajar saya harus mencoba satu-persatu metode tersebut. Hal  ini dapat menjadi tambahan kemampuan self learning saya secara pribadi. Bayangkan, kita mengharapkan peserta didik mampu menerima metode pengajaran kita, sementara kita belum tentu mampu menerapkannya pada diri sendiri. Bukankah guru juga harusnya menjadi pembelajar utama? Kenyataannya banyak di antara kita para pengajar masih malas untuk belajar, meng-upgrade pengetahuan. Kadang menutup diri dengan ilmu lain, setidaknya kita juga harus belajar ilmu sosial, walaupun bukan guru IPS, memahami kondisi geografis walaupun bukan guru geografi. Saya menyebutnya ‘Multi learner’. Semua bisa kita dapatkan dengan banyak-banyak membaca buku. Bahkan secara kasat mata saja kita tidak pernah melihat rekan sesama pengajar yang asyik membaca buku saat di ruang guru, semua sibuk dengan gawainya. Termasuk saya yang sedang belajar untuk lebih banyak membaca buku apapun. Kata Mendiang Robin Williams, “Jadilah pembaca yang rakus.” Kerakusan ini yang perlu ditiru. Selamat belajar guru pembelajar. Depok, 29 September 2021

 Assalamualaikum teman-teman semua, semoga selalu sehat ya. Amin Baik berikut adalah video apa itu Algoritma? dalam video berikut akan dijel...

 Assalamualaikum teman-teman semua, semoga selalu sehat ya. Amin

Baik berikut adalah video apa itu Algoritma? dalam video berikut akan dijelaskan semoga dapat dipahami.