I ni catatan yang bertujuan mengkritik diri saya sendiri. Pembaca yang merasa berarti saya tidak sendiri. Sebelum me...

Guru (Juga) Wajib Belajar


I
ni catatan yang bertujuan mengkritik diri saya sendiri. Pembaca yang merasa berarti saya tidak sendiri. Sebelum membaca tulisan singkat ini, ada baiknya anda membuka pikiran anda. Terima apa adanya. Karena semua ini demi kebaikan kita bersama. Khususnya orang tua dan guru sekolah. Ini adalah pandangan pribadi saya dari kondisi sekitar lingkungan mengajar saya. Saat ini saya mengajar di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah. Menjadi guru adalah pengalaman unik bagi saya. Sejak mengajar 2006 silam sampai saat ini. Sebelum itu saya pernah bekerja yang mana tidak jauh dari dunia pendidikan. Yaitu instruktur kursus komputer. Saat itu saya mengajar Microsoft Office Dasar. Hanya beberapa bulan. Setelah itu saya diajak salah seorang pengurus yayasan yang saya kenal karena sempat membantu beliau ngetik surat-surat organisasinya. Karena tahu saya pernah ngajar komputer. Maka sayalah yang diminta mengajar di Madrasah sekaligus pesantren sebagai guru TIK. Dan ketika itu baru berdiri Lembaga yang saya mengabdi sampai sekarang.      
Saat itu saya hanya berlatar pendidikan SMK. Saya sempat kursus komputer setara D1 di salah satu lembaga kursus di Ciledug. Di Madrasah atau saya sebut saja sekolah. Saya harus mengajar dengan sesuai silabus, sesuai kurikulum dari Diknas. Berbeda dengan mengajar kursus. Yang lebih menggunakan metode praktek langsung. Tadinya saya pikir sama seperti mengajar di lembaga kursus. Ternyata mengajar dalam lembaga formal itu berbeda. Ada metodenya, ada perangkat mengajar yang harus dilakukan guru seperti Silabus, rencana pembelajaran, program semester dan sederet istilah asing bagi saya. Disanalah saya harus belajar lebih banyak lagi. Untungnya rekan mengajar sesama guru ada yang dari bidang pendidikan. Saya jadi tahu apa itu micro teaching yang mana sangat penting dan harus dikuasai oleh guru. Belum lagi ada pedagogik yaitu strategi mengajar. Ini wajib dimiliki oleh guru. Semacam senjatanya kalau boleh dianalogikan.
Belajar memang tidak harus di lembaga formal. Namun dengan mendengar dan mempertimbangkan segala sesuatunya, akhirnya saya memutuskan untuk mendaftar kuliah di salah satu kampus swasta di Tangerang Selatan. Atas saran guru-guru senior dan rekan-rekan guru akhirnya saya kuliah mengambil bidang komputer yaitu Teknik Informatika. Karena saya mengajar TIK. Tidak mudah memang saat itu menjadi mahasiswa. Dan belakangan saya menyadari betapa pentingnya belajar terlepas apakah itu secara mandiri atau formal di sebuah lembaga pendidikan. Setidaknya saya sudah pernah menulis satu buku. Skripsi hehe… setidaknya saya ini juga bisa dikatakan penulis buku.
Ternyata kuliah juga tidak mudah. Saya jadi tahu lebih banyak dan banyak hal baru bagi saya. Tadinya saya pikir belajar komputer itu hanya menggunakan aplikasi saja ternyata ada konsepnya. Saya belajar matematika kembali yang mana itu maple yang saya sangat lemah ketika sekolah dulu. Saya juga belajar ilmu wajibnya komputer. Yaitu algoritma dan pemrograman. Tambah mumet kepala. Belum lagi kalkulus, statistic, matematika diskrit, aljabar linier. OMG mau nangis rasanya saat itu. Padahal baru semester awal. Tugas demi tugas harus dikerjakan. Untungnya saya dikelilingi rekan seperjuangan yang hebat-hebat. Bahkan salah satunya sudah mengenal apa itu coding.
Sampai akhirnya saya lulus dengan nilai yang standar saja. Dengan waktu tempuh kuliah pas sekali dengan masa tenggang. Ya saya sempat sakit dan harus cuti dengan terpaksa selama satu semester. Bahkan masa-masa penyelesaian skripsi nyaris putus asa. Ketika itu dosen pembimbing ganti dan judul skripsi yang sudah berjalan seperempat jalan harus diganti total. Namun alhamdulillah berkat doa dan usaha akhirnya saya mampu menyelesaikan studi S1 saya. Salah satu penyemangat adalah sebuah kalimat yang entah dari film atau tokoh ternama yang mengatakan. Bunyinya : “Finish what you’ve started!”. Selesaikan apa yang telah kamu mulai! Wow singkat namun sangat powerfull. Saya bahkan tidak ingat saat-saat mulai bangkit kembali waktu itu. Finally at last I finished what I start. Yang lebih saya merasa bersyukur lagi adalah, saya kuliah dengan biaya sendiri. Sepeserpun saya tidak pernah meminta orang tua. Setiap kali memikirkan itu ada perasaan yang luar biasa dari dalam tubuh ini. Bangga … kebetulan saya yang pertama menempuh pendidikan tertinggi diantara adik-adik saya.
Namun saat ini saya merasa sangat jauh dari semangat untuk belajar. Mengembangkan diri. Ini tantangan berikutnya. Seorang guru tidak boleh berhenti belajar. Maka saat ini saya berusaha untuk membangkitkan itu kembali. Saya harus meningkatkan hidup saya. Dengan apa? Ya belajar. Belajar bagaimana caranya belajar. Learning how to learn. Mulai membaca buku yang benar-benar memberikan dampak. Sekarang bukan lagi waktunya dating ke toko buku dan membeli buku bagus. Hanya karena best seller. Tanpa memikirkan bahwa buku itu ada manfaatnya. Manfaat pasti ada walaupun buku fiksi. Tapi manfaat disini maksudnya. Buku yang dapat memberi pengetahuan, skill baru. Yang bisa menunjang skill saya sebagai guru. Saya harus bisa menjadi guru yang yang tidak hanya mengajar sesuai bidangnya. Saya harus bisa menjadi pendidik. Mampu membimbing murid saya. Menjadi psikolog, konselor. Bahkan motivator. Bagaimana murid saya selalu bergairah dalam belajar bukan hanya di sekolah tapi sebagai nafas hidupnya. Itu semua tidak akan mungkin terwujud jika gurunya tidak mengembangkan diri. Tidak meng up grade softwarenya. Yaitu dengan belajar lewat membaca buku. Buku yang bisa memberikan dampak nyata.  Mulai saat ini mari kita sesama guru mulai belajar diluar lembaga pendidikan. Memang ada cita-cita saya untuk S2. Sebelum itu terwujud saya harus mengup grade skill belajar saya. Ada metode yang saat ini sedang saya pelajari. Metode membaca buku efektif dan efisien.
Dan satu lagi hal yang harus saya lakukan lebih sering lagi. Adalah menulis, ngeblog mengutip dari Omjay: “Menulislah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi”.

0 Post a Comment: