Catatan Penulis Abal-abal Suatu pekerjaan jika di tunda maka akan ada lagi pekerjaan setelahnya yang akan datang. Semakin lama. Pekerjaan ...

FIKSIONISM : Catatan Penulis Abal-abal

Catatan Penulis Abal-abal

Suatu pekerjaan jika di tunda maka akan ada lagi pekerjaan setelahnya yang akan datang. Semakin lama. Pekerjaan itu semakin menumpuk. Menunda adalah hal yang bisa dibilang asik dilakukan. Namun akibatnya, efek sampingnya akan dirasakan ketika semua itu harus segera diselesaikan. Aku mungkin salah satu orang yang sering melakukan itu. Menunda-nunda pekerjaan. Baik itu tugas kantor, yang lebih buruk adalah tugas pribadi yang seharusnya dilakukan. Ini penting. Karena tugas pribadi ini adalah berkenaan dengan hal-hal yang akan datang. Terkait mau jadi apa aku selanjutnya. Tujuan pribadi untuk menuju kehidupan yang lebih baik lagi. Ya aku hanya karyawan biasa di perusahaan jasa desain grafis. Pekerjaanku mengatur layout halaman buku atau majalah yang menjadi klien perusahaan. Jenis pekerjaan 8 to 5. Monoton, rutin. Dan hampir membuatku gila. Disamping penghasilan yang pas U Em Er. Ya menunda pekerjaan. Yang tadi kusebutkan adalah. Sebenarnya aku memiliki goal yang harus aku capai. Pekerjaanku sebagai desain grafis tidak terdengar begitu hebat. Special layout halaman buku atau majalah. Kemampuan desain ku memang biasa saja. Kurang kreatif dan imajinatif adalah masalahnya. Tentunya sebagai layoutter membuat ku tidak banyak waktu untuk mengembangkan desain grafis lebih lanjut.  Ada goal yang ingin kucapai. Ya beberapa sih sebenarnya. Aku ingin menjadi penulis fiksi salah satunya. Kemudian aku ingin sekolah lagi ke jenjang yang lebih tinggi. Sarjana Komputer tanpa skill engineering memang sangat memalukan. Tapi setidaknya masih ada relasi antara gelarku dan pekerjaanku. Komputer!. Ya itu menjadi alasan yang dipaksakan. Aku hanya S.Kom bodoh yang tidak bisa apa-apa. Namun aku tidak pernah menyesal pernah kuliah di bidang itu. Goal ku selanjutnya ini terdengar umum. Aku ingin menjadi mempelajari skill baru atau skill lain dengan meningkatkan kemampuan belajarku. Ada satu kursus yang lumayan mahal namun trainernya mampu memberikan jaminan. Dan meyakinkan. Butuh waktu untuk menabung sebelum mengikuti kursus hebat itu. Bahkan aku tidak terpikirkan bahwa itu ada. Bahwa manusia mampu meningkatkan kemampuan otaknya. Dengan serangkaian latihan yang tepat. Semua dapat dicapai. Dengan teknik tertentu. Hebatnya tidak mengenal usia. Siapapun bisa. Ada beberapa lagi mimpi-mimpi ku yang terdengar seperti omong kosong. Bagi sebagian orang-orang sinis. Mungkin sebaiknya mimpi itu seharusnya kita simpan sendiri. Tak perlu orang lain tahu.

 Suatu ketika aku teringat sebuah kutipan atau tepatnya dialog dalam film. Menarik apa yang dikatakannya. Gini … coba aku ingat-ingat dulu ya… oke lupakan perkataan persisnya tapi maksudnya begini. Menyerahlah! Ya menyerah aja karena apapun yang kamu kerjakan tidak akan berhasil. Kamu akan gagal. Percuma melakukannya. Karena orang-orang tidak peduli apa yang kamu kerjakan. Nilai yang kamu raih. Semua itu omong kosong. Prestasi sekolahmu tidak akan membantu dalam dunia nyata. Tetap kamu harus melalui tes untuk masuk Universitas impianmu. Walaupun selama sekolah kamu selalu rangking teratas. Contoh kecil saja itu. Harusnya kita menciptakan sistem pendidikan sendiri. Entah apa yang ada dipikiranku. Tapi ini suara yang jujur apa adanya simple sederhana. Ada lagi kutipan dari film yang pernah kutonton. Ini sangat singkat dan persis. Terjemahannya begini. “Yang muda belum tentu inovatif”. Berani. Ya! Inovatif ? hmm tunggu dulu. Semacam anti tesis dari yang muda yang kreatif. Ya aku sangat setuju dengan pernyataan ini. Anak muda sekarang yang disebut milenials. Itu generasi yang cenderung ambisius mungkin? Atau ceroboh. Sombong. Merasa keren. Berbeda dengan percaya diri ya. Tapi lebih kepada mengikuti sesuatu tapi tidak paham. Berlagak paham. Ngaku kreatif dan inovatif tapi masih saja membanjiri bursa kerja. Menjadi pekerja, menjadi karyawan, pegawai dan kawan-kawannya bukan suatu yang membanggakan dan lucunya banyak lulusan sarjana yang melakukannya. Padahal seharusnya setelah lulus para sarjana harus menciptakan lapangan kerja. Bukannya mencari kerja. Lagi-lagi ini adalah suara jujur. Dan pembaca mulai meninggalkan tulisan ini. Atau bahkan kalau iya ini menjadi karya tulis. Mungkin mereka bakar halaman ini. Tapi nyatanya, aku sedang menulis ini sementara aku adalah seorang karyawan. Jadi secara langsung sebenarnya ini tulisan sebagai kritik untuk diri sendiri. Kalaupun banyak yang merasa, inilah kenyataannya.

Sekarang bagaimana caranya aku harus mengejar apa yang menjadi cita-citaku. My dreams. Menjadi penulis produktif. Maka harus belajar. Tanpa menempuh pendidikan formal. Kalau ini menjadi kenyataan, maka ini pendidikan non formal pertamaku untuk menuju mimpi-mimpi yang ada di kepalaku selama ini. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Hari ini memang agak lowong. Pekerjaan layout sudah selesai sejak setelah jam istirahat tadi. Jadi aku punya waktu cukup luang untuk melakukan hal lain. Laporan sudah. Nah saat ini aku akan mulai membuka file word baru. Dan mulai menulis. Ku buka halaman blog ku dan login. Hmm sudah sebulan aku belum posting tulisan lagi. Ya ini salah satu hobi dan juga batu loncatanku untuk menulis. Ya aku menjadikan blog ini sebagai laboratorium percobaan dan latihan menulis. Memang belum banyak artikel yang aku posting. Dan baru level debutan dengan poin 341. Ya silahkan tebak sendiri platform blog ku ya. Kursor masih berkedip genit menatapku dengan kerlingannya yang sama sekali tidak menarik. Namun kalau sudah melompat-lompat, seperti tak bisa berhenti. Jari jemariku walaupun belum bisa ngetik blind sistem alias tanpa melihat keyboard. Tetap saja bergelora saat kata-kata itu muncul di kepala lalu di transfer ke papan ketik dan muncul di monitor. Jangan lupa selalu save di sela-sela ketikan. Inspirasi bisa datang dari mana saja. Setelah membaca novel, setelah nonton film, film seri, drama. Atau bahkan melihat sesuatu kejadian di luar sana. Kerumunan orang di stasiun KRL. Bisa saja. Sudah hampir setengah jam. Kursor ini masih saja berkedip tidak bergerak ke kanan. Justru mouse sedang bermain-main nakal di web browser. Mencari ide katanya. Padahal melihat video di yutub. Belum juga muncul ide itu. Ah! Sudahlah lanjut menjelajah yutub semakin dalam. Semakin lama. Menatap artis manis itu lebih menggoda daripada menulis. Akhirnya akupun terjerumus ke dalam lembah hitam yutub. Tak terbendung. Dari satu video lanjut ke video berikutnya. Aku tenggelam. Seketika mimpi itu hilang. Seperti anak kecil yang bingung di toko mainan. Lupa mainan apa yang ingin dimilikinya karena melihat lebih banyak mainan yang melebihi bagusnya dari mainan yang dia idamkan sebelumnya.

Analogi yang tepat. Dan terjadi padaku. Sial! entah kenapa ide tulisanku belum terbentuk. Tapi malah teralihkan dengan hal lain. Harus fokus kembali ke satu titik. Abaikan gangguan sekitar yang tidak jelas. Seperti efek foto yang aku lupa namanya. Tapi hanya focus dan jelas hanya pada satu objek. Sementara objek lainnya buram atau ngeblur. Mode itu harus ku aktifkan. Caranya harus mematikan kemungkinan gangguan sekitar.

Pandemic 2020

Sudah tiga bulan sejak pengumuman lockdown sekolah kami diberlakukan. Hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Diluar dugaan dan perkiraan semua orang. Dan ini sedang terjadi. Akhirnya kalender dengan banyak tanggal merah alias banjir libur terjadi. Doa siapa gerangan ini? Seperti pernah samar-samar aku dengar entah kapan. Ketika itu menjadi jokes yang cukup santer terdengar. Dan terjadi. Apakah kita, aku harus gembira dan ber suka cita? Entahlah. Memang awalnya disambut suka cita oleh para murid sekolah. Dan hanya bertahan selama seminggu. Belajar online ternyata membosankan. Ada beberapa faktor yang membuat belajar dari rumah itu bisa membosankan. Pertama hanya menghadapi gadget atau gawai itu saja. Kedua hanya menggunakan setidaknya tiga macam aplikasi yaitu dan ini yang dilakukan di sekolahku. WA grup, google classroom dan zoom meeting. Ketiga dan ini menjadi faktor utama adalah tidak bisa berteman dengan teman sekelas. Ya ada tiga faktor yang membuat pembelajaran jarak jauh disingkat PJJ ini membosankan. Dan ini natural tidak salah siapa-siapa. Bosan itu normal. Tapi bagaimana kita bisa mengendalikan kebosanan itu agar tidak sampai membunuh semangat kita. Ini yang hanya bisa dilakukan masing-masing kita. Bukan orang lain. Bukan orangtua kita, bukan guru kita. Tapi kita, anda sendiri yang dapat mengatasinya. Percaya sama diri sendiri bukan percaya sama saya bukan!

Pandemic ini membawa banyak perubahan. Secara social, dan ekonomi. Bagiku pribadi lebih ke ekonomi sih. Persoalan fulus. Bikin fusing. Tapi ini bukan sekedar curahan hati seorang guru. Tapi semua orang di dunia. Jadi tidak perlu merasa sedih sendiri. Akhirnya aku memiliki waktu lebih luang. Karena hanya mengajar dari rumah. Ide cerita yang masih menjadi misteri. Belum kunjung keluar. Ternyata memiliki waktu luang saja belum cukup untuk mencipta ide. Aku terus berusaha mencari dengan caraku sendiri. Ku alihkan mata dari layar putih bersih ke layar berikutnya. Browser! Ya aku membuka situs video dan mulai mencari video secara acak untuk ku tonton. Apapun itu. Ada video singkat dengan durasi antara lima sampai sepuluh menit. Dengan isi yang padat, informatif dan belakangan ini channelnya mengalami penambahan subscriber. Memang keren videonya. Membuka wawasan tentang ekonomi yang mudah dipahami. Namun mengambil ide dari video tersebut masih terlalu rumit bagiku. Cukup untuk sekedar menambah wawasan saja. Lewat. Kemudian mataku mulai melakukan pemindaian video-video lainnya. Ada video klip musik, komedi, trailer film, ulasan film, talkshow, kanal berita dari media mainstream, podcast yang di videoin. Interview dan lain-lain. Sampai aku bingung sendiri. Lewat. Aku buka tab baru dan mulai mengetik search engine. Muncul ratusan link website. Tetap memindai halaman demi halaman. Mencari informasi dan ide tulisan. Fiksi atau non fiksi? Apapun itu nanti yang akan aku putuskan maka akan terjadi begitu saja. Kali ini aku akan mebiarkan kombinasi pikiran dan tanganku yang bekerja. Kemana jari menekan tuts keyboard maka akan kubiarkan begitu saja. Lihat saja nanti.                            

Satu jam berlalu. Mataku sudah pada layar tv. Laptop kubiarkan begitu saja terbuka. Bubar apa yang mau kutulis. Karena ternyata perhatianku beralih ke layar tv yang lebih menarik. Ah ! sudahlah. Mungkin memang belum jalannya. Tahan dulu! Tenang. Aku belum selesai apalagi menyerah. No! jangan berpikiran kotor seperti itu bung. Semua hal disekelilingku bisa saja menjadi pemicu ide. Siapa yang tau. Siapa yang tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Seperti Newton yang kejatuhan apel dan tercipta teori gravitasi. Tapi ternyata tidak semudah yang kita bayangkan. Tidak sama sekali. Bahkan yang terlihat sederhana ternyata tidak sesederhana itu.         

Mataku rasanya mulai sayu. Badan kurebahkan di atas Kasur usang. Ingin rasanya tidur lebih awal. Ternyata rasa kantuk itu semu. Tidak benar-benar ingin tidur. Rasanya aku seperti di kerjai oleh pandemi ini. Terlalu lama di rumah. Walaupun terhitung baru tiga bulan tapi rasanya seperti satu semester. Work from home katanya. Bagiku seperti dibunuh pelan-pelan dengan tagar di rumah aja. Anjuran di rumah aja terdengar seperti “udah nyerah aja bung. Hidup anda tidak berarti apa-apa. Entah setan apa yang membisikku. Aku berusaha melawannya. Seperti John Nash yang mengidap skitzofrenia. Alias gila sendiri. Tidak. Aku menolak untuk mendengar semua bisikan jahanam itu. Aku masih menjadi manusia normal. Normal se normalnya. Mau normal seperti apalagi? Normal hanyalah klasifikasi yang dibuat manusia itu sendiri. Siapapun manusia itu. Bagiku semuanya normal. Tinggi atau pendek, putih atau hitam, cepat atau lambat. Pintar atau tidak, laki-laki atau perempuan, sakit atau sehat. Tidak ada yang lebih normal dari semua itu. Kedengarannya sederhana tapi tidak sesederhana itu.

Terapi mandiri

Masih dalam suasana pandemic di rumah aja. Cuci tangan pakai air, pakai masker kalau keluar rumah. Jaga jarak, jangan bersalaman. Awalnya terdengar seperti omong kosong yang konyol. Jangan salaman katanya? Ini yang dibilang normal? Rasanya aku ingin selalu mengeluarkan makian setiap kali mendengar kata-kata itu. Ya semua orang mungkin marah. Hanya saja tidak diungkapkan. Atau diungkapkan lewat status di  media social. Apalah itu. Dalam situasi seperti ini. Aku mencoba untuk melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Bukan pekerjaan seperti yang kita semua pahami. Tapi ini pekerjaan yang bersifat pribadi. Tidak ada hubungannya dengan mencari penghasilan tambahan. Hanya menulis di pengolah kata saja. Yang mana menjadi hobi atau kebiasaan yang tidak baru juga kulakukan. Tapi cukup bermanfaat dalam mengisi waktu luang ini. Menulis apapun yang dapat kutulis. Dengan tahap akhirnya bisa berakhir di titik terakhir paragraph ini. Atau berlanjut di blog ku yang tidak terlalu banyak juga tulisannya. Tapi paling tidak ini yang dapat ku lakukan. Anggap saja ini adalah self therapy. Tanpa peduli apa komentar pembaca nantinya. Itupun kalau ada yang membaca. Atau aku kirim ke seseorang yang mau membaca tulisan ini. Syukur-syukur seorang editor. Entahlah.

Kata demi kata, kalimat demi kalimat muncul. Sampai detik ini ide cerita fiksi ini belum kunjung keluar. Judul-judul kecil terlahir. Entah masuk dalam genre apa tulisan ini. Sudah lebih dari seribu kata keluar dari kepalaku. Cara apalagi yang dapat aku lakukan. Selain menulis apa yang terlintas di pikiran. Tulisan ini menurutku adalah tulisan keroyokan. Dengan memberi sub judul berharap tulisan ini berbeda-beda. Fiksi terakhir yang aku baca adalah kumpulan cerita pendeknya Ernest Hemingway. Cerpennya cukup aneh. Tiap cerita tidak ada yang sama panjangnya. Bahkan ada yang tidak sampai seribu kata. Ada yang seolah-olah ini novel ringkas atau gimana? Tapi aku cukup menikmatinya. By the way Ernest ini sudah mendiang alias sudah lama mati. Salah satu penulis ternama abad ini. Aku bahkan tidak tau karya monumentalnya. Sudahlah memang aku bukan pembaca buku yang “rakus”. Dalam artian yang baik ya. Bukan seperti rakus harta yang bermakna konotatif dan provokatif. Pembaca buku yang agresif mungkin lebih tepatnya. Dan lagi… membaca buku itu terdengar sederhana namun tidak sesederhana itu.

Sejauh ini, aku telah memikirkan banyak hal. Diantaranya adalah yang saat ini aku kerjakan. Menulis untuk terapi diri. Ada apa dengan diri ini? Tidak ada apa-apa yang khusus sebenarnya. Ini adalah catatan penulis blog. Yang pembacanya masih bisa dihitung dengan jari. Mungkin jumlahnya baru sejumlah jari tanganku. Konsisten menulis adalah hal sulit bagiku. Tidak seperti blogger ternama yang selalu bilang. “Menulislah setiap hari, lalu lihatlah apa yang terjadi”. Beliau menulis setiap hari apapun kondisinya. Konsisten, stabil. Tulis, posting. Begitu terus berproses. Tidak sebentar. Tapi karena dilakukan dengan suka hati maka tidak terasa. Blognya memiliki pembaca yang banyak. Yang jelas melebihi jari yang ada di tubuhku. Mungkin sejuta kali lipat! Satu kata saja kuncinya: “konsisten”.

Menulislah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi. Apa menulis singkat saat update status termasuk? Mungkin tidak. Tapi … pernah ada buku yang isinya kumpulan status facebook seorang penulis. Saya lupa namanya. Sudah lama memang saat facebook awal-awal masa exisnya.

Jack Ma pernah mengatakan, tapi sebelumnya silahkan cari sendiri siapa beliau itu. Kebangetan kalau nggak tau Jack Ma. Padahal anak milenial…. Sudahlah ya. Ok Jack Ma waktu pertama kali meluncurkan ide bisnis internet ketika itu, di tertawakan orang-orang sekitarnya. “Ngimpi! Lo! Kira-kira begitu. Jualan lewat internet saat itu dianggap aneh. Lalu tiga puluh tahun kemudian. Coba lihat. Pikirkan apa yang ada saat ini kita nikmati. Kita rasakan. Sambal rebahan kita bisa jalan-jalan ke mall. Tanpa keluar rumah. Tau-tau barang sudah sampai di depan rumah kita. Karena makhluk yang satu ini. Internet. Online shop, e commerce, dan banyak istilah lainnya. Di era digital ini. Salah satu kunci sukses Jack Ma. Dia itu mendirikan Alibaba.com by the way. Situs jual beli terbesar se asia. Nomor dua setelah Amazon nya Jeff Bezos dari amrik sana. Kunci sukses Jack Ma salah satunya adalah jangan dengarkan kata orang! Jadi apa yang sudah ada di pikiran kita, ide kita, jalankan dulu. Kalau kata slogannya Tokopedia sih “mulai aja dulu”. Ini kalau dipikirkan ya memang benar. Kalau tidak dimulai, kita tidak tau apa yang akan terjadi. Kita tidak tau apa reaksi sekitar. Mulai aja dulu, peduli amat kata orang. Bersikap bodo amat itu ternyata penting. Mungkin bisa menjadi ide tulisan berikutnya. The power of Bodo Amat. ( bersambung )

 

 

 

 

   

 

 

 

 

  

 

 

 


0 Post a Comment: