Pandemi kali ini, mengubah cara manusia memandang dunia. Sebagian saja. Kebiasaan lama akan berubah secara cepat. Bukan lagi lambat. Ketika sekolah lockdown, semua aktifitas belajar mengajar secara drastis, berubah. Bukan lagi evolusi. Tapi revolusi. Mau tidak mau, suka tidak suka. Pembelajaran jarak jauh diberlakukan. Mendadak pemakaian data internet melonjak. Kalau di analogikan secara sederhana seperti pesawat terbang yang menukik tajam. Guru maupun murid sama-sama kagok. Ada yang cepat beradaptasi, tidak sedikit yang masih meraba-raba. Disinilah pentingnya kolaborasi antar guru, murid dan orang tua. Mungkin ini namanya pembelajaran yang ideal. Dimana semua elemen saling bersentuhan. Bekerjasama antara orang tua, murid, guru, dan anak. Murid bagi guru, anak bagi orang tua karena mereka sudah berada di rumah bersama orang tua kandung mereka. Otomatis peran orang tua menjadi guru juga. Dalam hal mengawasi dan mengarahkan. Guru juga menjadi ekstra justru. Karena guru tidak hanya berinteraksi dengan murid, tapi juga orang tua. Mungkin baru kali ini komunikasi guru dan orang tua begitu intens. Lebih intim.
Komunikasi. Satu kata yang
bermakna dan dapat berakibat fatal jika diabaikan. Komunikasi adalah koentji.
Dalam mensukseskan kehidupan ber social. Maka komunikasi yang baik menjadi
keharusan. Dalam urusan pendidikan. Komunikasi antara guru dan murid. Antara
orang tua dan anak. Antara guru dan orang tua. Harus sinkron. Adapun perbedaan
pandangan itu biasa terjadi. Selama komunikasi masih dapat terjadi. Maka wajar
saja. Ada mungkin orang tua yang mengeluh. Ternyata mengajari anak itu tidak
mudah. Di rumah saja ternyata tidak se santai itu. Benar ternyata. Hal ini
dirasakan semua orang tua. Sekalipun orang tua yang berprofesi sebagai
pengajar. Guru maupun dosen. Sama saja. Begitupun guru. Ternyata mengajar dan
mengarahkan anak murid secara daring itu tidak sesantai itu. Bayangkan ini
mungkin lebih terasa bagi guru yang sudah berkeluarga dan memiliki anak. Bukan
yang masih jomblo lho ya. Tidak bisa santai juga. Apalagi anaknya masih
kecil-kecil. Guru harus membagi waktunya juga dengan istri dan anaknya. Guru
harus dalam posisi tenang ketika memainkan jarinya di layar smartphone atau
tuts keyboard laptopnya. Mengetik materi pembelajaran atau harus melakukan
video conferencing dengan murid-muridnya. Butuh space tersendiri. Belum lagi
ada gangguan yang waktunya tidak bisa ditebak. Bagi yang sudah berkeluarga
pasti sudah paham kok. Tidak berhenti di orang tua dan guru saja. Di murid pun
ada juga hambatannya. Satu musuh besar mereka yaitu BOSAN. Ya pasti bosan.
Mereka Cuma bertahan seminggu atau dua minggu pertama belajar dari rumah.
Selebihnya ada banyak gangguan. Apalagi mengharuskan mereka menggunakan gawai.
Dan di gawai mereka pasti ada gamesnya aplikasi social medianya dll. Tidak
salah juga. Tapi ya namanya anak-anak. Ketika bosan maka jari mereka langsung membuka
aplikasi lain itu.
Seakan semua orang harus
berpikir dan memaksakan apa yang harus dilakukan. Keluarlah kurikulum darurat
covid. Saya lebih suka menyebutnya kurikulum corona. Maksudnya kurikulum yang
adaptif terhadap pandemi ini. Kurikulum pandemi lebih tepat. Karena pandemi ini
bersifat sementara. Artinya virus akan tetap ada. Tidak hilang begitu saja.
Tapi pandemi bisa cepat, bisa lambat berlalu. Atau reda lebih tepatnya.
Bekerja dari rumah menjadi
istilah populer. Bagi yang terbiasa bekerja di rumah seperti penulis menjadi
hal yang biasa. Bahkan bekerja di rumah bisa jadi pekerjaan idaman bagi
sebagian besar pekerja kantoran mungkin. Mungkin juga tidak. Tidak bagi yang
memang dasarnya tidak suka lama-lama di rumah. Bagi yang berkeluarga mungkin
ini adalah pekerjaan idaman dimana bisa selalu bersama keluarga. Lebih mudah
mengawasi dan membersamai anak-anak. Lebih dekat dalam menjalin hubungan
keluarga yang seharusnya selalu mendampingi anak-anak. Bagi ibu yang bekerja.
Di rumah adalah paling ideal. Bahkan bisa lebih produktif.
Perusahaan teknologi sebesar
Google dan Facebook. Sudah mem work from home kan pegawainya. Ini akan merubah
wajah atau pakem perusahaan teknologi yang mana keberadaan kantor tidak lagi
ideal. Selama produktif sebenarnya bekerja dimana saja tidak menjadi masalah.
Malah menurut hemat saya seperti itulah perusahaan teknologi seharusnya.
Mobile. Di zaman yang serba mobile ini. Jadi teringat ketika Pak Dahlan Iskan
saat menjabat sebagai menteri. Beliau melakukan rapat via aplikasi bbm. Tanpa
harus berkumpul di kantor. Efektif? Tergantung leadernya.
Kini semua menjadi serba
digital. Bekerja, rapat, belajar, mengajar, berdagang melalui dunia digital.
Percepatan digitalisasi ekonomi menjadi kenyataan yang natural. Terjadi dengan
sendirinya. Tampaknya memang benar ada sebuah hadis yang mengatakan tuntutlah
ilmu sampai negeri China. Ada benarnya. Terlepas dari berbagai pendapat atau
teori di luar sana sejak covid-19 menyebar. Bahwa China di kambinghitamkan atas
semua ini. Tidak adil sebenarnya. Ingat, dulu sekitar tiga puluh tahun lalu
kurang lebih. China negara yang biasa saja. Kemudian perlahan mulai menguasai
ekonomi dan teknologi bahkan. Ada proses disana. Bagaimana china menjadi negara
maju dan menjadi macan ekonomi dunia. Ya kita harus belajar dari sana.
Kemandirian China yang harus kita tiru. Mandiri adalah kata kuncinya. Saya
tidak bisa menjelaskan secara rinci. Namun saya bisa memberikan referensi
tentang ilmu ekonomi dari seorang pakar yang pengetahuannya luas dan dalam
tentang geo ekonomi, dan sistem ekonomi modern.
Akibat pandemi ini, bukan
hanya virus ini yang harus di waspadai. Tapi unsur lain kehidupan terkena
dampaknya. Tanpa harus menjadi ahli ekonomi. Kita bisa lihat sendiri. Pasar
sepi, took-toko sebagian tutup. Karena aturan psbb di tiap daerah. Kalaupun
buka, dibatasi waktunya. Pe Ha Ka terjadi dimana-mana. Bahkan perusahaan besar
yang sudah belasan bahkan puluhan tahun harus tutup. Bangkrut. Sungguh sangat
disayangkan. Ini baru tiga bulan. Bagaimana jika prediksi para ahli pandemi ini
benar bahwa pandemi ini akan berlangsung lebih lama. Bisa satu tahun. Bagaimana
jadinya ? maka itu mulai pekan ini. Tidak hanya di Indonesia, tetapi sebagian
besar negara di dunia melakukan apa itu yang disebut New Normal. Kelaziman
baru. Yang juga menjadi kontroversi. Tapi sudahlah saya tidak ingin berdebat
dengan kata itu. Yang jelas kita harus tetap melakukan protokol kesehatan.
Tidak ada ruginya. Bahkan lebih bersih dan sehat. Salah satu berkah pandemi ini.
Kita jadi sadar hidup bersih sehat.
Selain itu wfh ini membuat
kedekatan hubungan keluarga menjadi lebih baik. Bisa selalu bersama dengan anak
dan istri. Mungkin pekerjaan idaman adalah yang bisa dilakukan tanpa keluar
rumah. Dan ini menjadi new normal bagi pekerja kantoran. Yang memang biasa
bekerja di rumah. Ya normal saja. Hal biasa. Menjadi blogger atau penulis.
Berkantor di rumah sendiri. Selamat bekerja dari rumah.
Mantap
ReplyDeleteterima kasih sudah mengunjungi blog sederhana ini. Salam olah raga!
Delete