pixabay.com Mendung ini seperti mempengaruhi perasaanku. Mengapa begitu? tidak ada jawab yang pasti. Mungkin hanya perasaan saja. Mungkin ...

Cerpen: Pencuri Matahari

 

pixabay.com

Mendung ini seperti mempengaruhi perasaanku. Mengapa begitu? tidak ada jawab yang pasti. Mungkin hanya perasaan saja. Mungkin akibat dari semalam apa yang kumakan. Mie instan? ah biasa juga makan ini tidak seperti ini perubahan di pagi harinya. Ini mungkin hanya sebuah fenomena yang tak terpecahkan saja. Kalau saja aku tidak keluar rumah, atau rumah ini seluruh jendelanya ditutup dan lampu dinyalakan. Aku tidak akan tahu apa yang ada di luar, bagaimana keadaan diluar. Maka tidak ada pengaruh dengan perasaan yang aneh ini? belum tentu juga.

Tapi ini sudah sering terjadi. Cuaca langit mendung memang membuatku ingin tetap di tempat tidur. Apalagi ditambah hujan rintik-rintik. Selesai sudah, tempat tidur memang paling nyaman sedunia. Tidak ada debat. Aku memutuskan untuk... keluar jalan kaki ya ini bukan keputusan populer tapi keputusan sudah dibuat. Hari masih pagi. Matahari memang belum tampak karena mendung. Tertutupi awan dan langit abu-abu. Aku tetap berjalan. Mengenakan kaos olahraga dan celana training pendek serta sepasang sepatu lari. Aku memutuskan untuk kali ini meninggalkan ponsel. Aku ingin sedikit bebas dari belenggu digital. Rumah sepi. 

Aku berjalan menyusuri jalan di lingkungan tinggalku yang memang cenderung sepi di pagi hari. Apalagi ini hari Sabtu. Sekolah sebagian besar libur. Orang kerja juga libur. Sehingga jalanan tidak ramai kendaraan seperti biasanya. Aku biasa melakukan aktifitas akhir pekan seperti ini. Sendiri saja seperti biasa. Aku melewati rumah-rumah yang kelihatan kosong. Ada penghuninya hanya saja di dalam. Belum keluar. Aku merasa pede hari ini. Biasanya aku mengenakan celana jogger panjang. Kali ini tidak. Celana pendek lima senti di atas lutut. Dan masker yang agak longgar serta topi. Rambut ikal ku ikat ke belakang. 

Jalan dengan kecepatan di atas jalan kaki biasa. Memang aku sudah lama tidak joging. Perlu sedikit penyesuaian. Setelah kira-kira sepuluh menitan aku mulai lari pelan santai. Melewati pasar pagi di area komplek perumahan. berarti ini sudah satu kilo meter. Aku ingat dengan aplikasi penghitung langkah biasa di gadgetku. Jadi sedikit banyak aku mengetahui berapa jarak yang kutempuh. Sejauh ini masih mendung. Matahari yang ku harapkan muncul tidak muncul juga sinar hangat nya. Aku terus joging ke arah yang tidak biasa kulalui. setiap ada persimpangan aku ambil arah kanan. Begitu seterusnya. Sampai kembali ke arah rumah. Keringat bercucuran. Ada sensasi gatal di sekitar paha. Aku tak tahu apa istilahnya. Ini hanya muncul saat joging pertama setelah lama tidak melakukan, tapi kalau besoknya atau setelahnya sensasi ini sudah tidak ada lagi. 

Sudah hampir selesai sesi joging tapi mendung belum kunjung pergi. Malah hujan rintik mulai turun. Aku sampai juga di rumah. Masih sepi. Hanya menghabiskan waktu hampir empat puluh menit. Aku memandang langit. Hari ini pencuri matahari berhasil melakukan tugasnya. Tapi tidak dengan hatiku. Aku harus tetap seperti adanya. Tidak terpengaruh dengan kondisi apapun. Berusaha untuk kuat. Aku baru tersadar ternyata aku memang sendiri di rumah ini. Karena matahari di rumah ini telah pergi meninggalkanku sudah setahun berlalu saat pandemi ketika itu. Semoga mereka tenang berdua di sana... 

    

7 comments:

  1. waww, cerpen yang sangat keren, singkat padat, mantep abizz dah. xceritanya juga out of the box, ga nyangka bgt saya bacanya, sampai terharu huhu T-T

    ReplyDelete
  2. saya suaka sama cerpen yang mr ashri buat keren aja

    ReplyDelete
  3. walaupun ini cerpen,tapi pembawaan suasananya bagus.@minjae.ixa

    ReplyDelete
  4. cerita nya keren hmmm trs juga alur nya seru pokok nya keren deeeeh

    ReplyDelete
  5. bagus ceritanyaa,, kapan kapan ajarin ya mr. wkwk

    ReplyDelete